Hehehe, ga nyambung ya dengan lirik lagu anak-anak yang sering kita dengar itu. Yang aslinya “pada hari minggu kuturut ayah ke kota”. But, kita ga bakal ngomongin tentang lagu itu sekarang. Kali ini gw pengen ngomongin tentang hari sabtu cerah nan panas di kota Magelang kala gw bersama dua teman PKL gw di Jogja, Jaka dan One, maen-maen ke Borobudur. Ga perlu gw ceritain dari awal berangkat dari kosan yah? Bis kepanjangan kalo kayak gitu. Kita mulai dari sini aja…Ketika gw turun di terminal (terminal apa gw lupa namanya, tapi itu di daerah Borobudur), gw sama temen-temen gw ditawarin seorang tukang dokar untuk naik dokarnya dengan harga Rp.5000 sudah sampe Borobudur. Kita iya-iya aja. Habis ga tau lagi mau naek apa sampe Borobudur. Nah, ketika sudah naik dokar bapak itu, kita ditawari sesuatu yang menurut gw menarik, kata bapak itu dia mau aja nganterin ke tiga candi di daerah itu, dan dia menunggu sampe kita puas melihat-lihat candinya dengan tarif Rp.15000 perorangnya. Kita langsung iya aja. Pikir gw kapan lagi bisa keliling tiga candi cuma bayar lima belas ribu perak. Nih foto disamping ketika gw duduk di depan bersama pak kusirnya.
Bunyi
tapal kudanya nyaring betul, “plak, plak, plak”, selain itu dokarnya terbilang kecil, jadi gw ma temen-temen gw itu harus duduk bersempit-sempitan di belakang kusirnya. Dan kita diajari dasarnya mengendalikan kuda itu bagaimana. Hehehe, ternyata ga susah-susah amat ngendaliin kuda itu. Sampailah kita ke candi pertama yaitu candi Mendut. Kalau dilihat dari luar candi itu bisa dibilang kecil, tingginya mungkin sekitar delapan sampai sepuluh meter, namun pekarangan candi cukup luas, dengan pohon
beringin super besar di salah satu sudut tamannya. Ketika gw turun dari dokar, pedagang-pedagang yang ada di situ langsung menghampiri kami, kami dikerubuti layaknya gula oleh semut. Dengan nada sedikit memelas mereka mereka menawarkan barang dagangannya. Duh, pikir gw, koq gini? Gw jadi agak panik dikelilingi segitu banyak orang. Dan akhirnya kami hanya bisa menolak tawaran mereka dengan ucapan “enggak bu/pak, terima kasih…”, sambil tersenyum. Untung mereka cukup ramah, jadi ga ada kesan kayak ditodong, kayak pedagang-pedagang di Lampung. Uh, males gw ngebayangin itu. Well, nyampe juga kami di tempat pembelian tiket masuk, dengan uang sepuluh ribu, kami bertiga bisa masuk ke dalam pelataran candi dan lepas sejenak dari “semut-semut” itu. . Maka masuklah kami ke dalam candi. Di dalam candi
Mendut ini terdapat tiga buah patung
Budha, dan semacam sesaji lengkap
dengan dupa di depan patung itu. Bau dupa itu cukup menyengat, namun ga bikin sesak. Ruang di dalam candi itu cukup sejuk, meski udara di luar cukup panas, mungkin karena langit-langitnya yang mengerucut ke atas itu cukup tinggi. Cukup melihat-lihat isi candi, kami pun keluar, ternyata di luar candi ada semacam pelataran yang bisa digunakan untuk mengelilingi candi itu. Dan di sepanjang pelataran itu terdapat berbagai macam ukiran, namun banyak dari ukiran itu yang tak jelas bentuknya karena lapuk di makan usia.
Sesampainya kami di dokar, pak kusir menanyakan, "sudah ke situ mas?" sambil menunjuk ke sebuah bangunan di belakang kami. "Memangnya di situ ada apa pak?" tanya gw. "Di situ banyak patung-patung unik, klo mau foto-foto silakan aja, saya tunggu di sini". Baliklah kami ke arah yang ditunjuk pak kusir tadi. Begitu melewati pagarnya, tampak sebuah kolam kecil lengkap dengan teratai indahnya. Lebih ke dalam lagi terdapat selasar panjang dengan kolam dan stupa dari batu di tengahnya. Selanjutnya di dalam kompleks ini terdapat berbagai macam patung dan berbagai macam ukiran-ukiran khas agama Budha. Berikut foto-fotonya.
Selesai? Lanjut ke candi Pawon. Ini merupakan candi paling kecil dari ketiga candi yang ada di
sini. Tingginya mungkin hanya empat sampai lima meter, dengan luas candi yang tak seberapa. Di dalamnya ga ada apa-apa, beda dengan candi Mendut. Hanya terdapat cerukan seperti tempat meletakkan sesuatu, tapi waktu itu ga ada apa-apa di sana. Di luarnya terdapat sedikit ukiran. Sudah, itu saja. Kami ga berlama-lama di candi ini, dan langsung menuju candi terakhir dan terbesar, Borobudur.
Kompleks candi Borobudur sangat luas, sangat berbeda suasananya dengan dua candi sebelumnya. Terdapat terminal kecil di sini, pasar souvenir, dan taman yang luasnya ga kebayang berapa hektar. Kali ini kami harus membayar masing-masing sembilan ribu rupiah untuk dapat masuk ke dalam candi. Dari tempat pembayaran tiket ke tempat candinya berada pun kami harus berjalan sekitar seratus meter. Untung dari kosan kami sudah mempersiapkan air minum, klo ga kami pasti sudah dehidrasi karena kehausan. Sampai di jalan lurus di depan tangga, kami memandang candi yang begitu besarnya, dan begitu luasnya. Sudah terbayang betapa melelahkannya meniti tangga itu sampai ke puncaknya. Tapi, mau ga mau kami harus menaikinya.
Dari kakinya, Borobudur itu terlihat seperti bukit batu hitam, dengan puncaknya yang berbentuk stupa raksasa. Hup, mulailah kami menaiki tangganya. Tinggi anak tangganya pun tak wajar, sekitar lima puluh sentimeter (lumayan, hiiih, hiiih, hiiih, bengeknya kumat) dan anak tangga itu jumlahnya puluhan untuk bisa sampai ke puncaknya. Akhirnya kami pun sampai di puncak. Terdapat stupa raksasa di situ, dan duduklah kami di situ melepas lelah barang sebentar sebelum mengelilingi candi.
Lihatlah di One, sampe segitu capeknya naekin tangga, hehehe (makanya jangan ngerokok Nek!!). Gw pun melepaskan pandang ke sekeliling candi. Kalau dilihat dari atas, Borobudur itu kayak candi dimana terdapat ribuan stupa. Di manapun gw melihat, stupalah yang gw lihat. Nih ada foto yang memperlihatkan setinggi apa Borobudur itu dari atas. Gila ya? Nah yang ini stupa yang gw bilang super besar tadi. Oh ya, selain stupa-stupa, yang gw lihat, gw juga melihat banyak sekali pengunjung selain kami bertiga, macem-macem warna kulit dan bahasanya, ada yang dari Perancis, Jepang, Belanda, pokoknya banyak deh. Ada juga sih, cewek-cewek cakep di situ, hehehe. Sudah! Lupakan sejenak cewek-cewek cakep itu, lanjut kita tournya. Kembali gw perhatikan stupa-stupa tadi ketika kami berjalan mengitari puncak Borobudur.Ternyata isi stupa-stupa itu adalah patung-patung Budha. Tau dari mana? Ada satu stupa yang dibuka dan disitu ada patung Budhanya. Hmm, apa memang stupa itu terbuka kayak gitu dari sananya, atau emang lagi dibenerin gw kurang tau. Ini foto stupa yang terbuka itu. Ada juga patung Budha di dalam stupa itu yang ke
palanya hilang (LH
O?!), gw pikir koq bisa yaa? Kan di dalem?
Ah sudahlah. Lanjut kami keliling-keliling di puncak Borobudur, dan kenarsisan ga boleh berhenti. Ini foto-fotonya lagi. Ini foto-foto tingkat pertama (dari pu
ncak), ini foto jalan ke atas dan turunnya Borobudur. Nah, foto semi silhouette ini tentang orang-orang yang berusaha menggapai si Budha dari luar stupanya. Tuh, gw di pinggir paling kanan. Buat apa digapai? Katanya ga semua orang bisa menggapai si Budha, dan yang bisa katanya keinginannya bisa tercapai. Katanya, bagi cowok gapai tangan si Budha, yang cewek? Anunya?! Hus!! Ngawur! Yang gw denger sih lututnya. Dan kenapa yang ini yang paling rame "penggapainya"? Karena stupa yang satu ini yang paling keramat. Nah, waktu agak sepian, gw nyoba nggapai tangan si Budha, bukan dengan harapan keinginan gw terkabul, tapi sekadar penasaran saja, masa sih ga semuanya bisa sampe? Gw cari lubang yang ngehadap langsung tangan si Budha dari depan, dan gw julurin tangan gw jauh-jauh. Hup! Eh, sampe koq. Gw pegang tangannya yang sedang membentuk suatu seal itu. Udah? Gitu aja… ya sudah. Si Jaka pun sampe ketika menggapainya. Sudah? Lanjut ke lantai berikutnya (turun, bukan naek lho!).
Lantai berikutnya ini berbeda dengan lantai puncaknya. Lantai ini di dindingnya penuh berisi ukiran-ukiran. Katanya ukiran-ukiran di tiap lantai berbeda maknanya. Mungkin orang jaman dulu masih mengenal kasta. Dan itulah yang diterapin di candi ini. Makin tinggi lantainya makin tinggi kastanya. Tapi gw ga seberapa merhatiin hal itu. Abisnya gw bukan antropolog, jadi gw ga ngerti… hehehe. Abadikan momen ini.
Berikut ini sebentuk ukiran-ukiran Borobudur, tapi gw lupa yang mana lantai berapa. Sempet juga ngeliat tempat-tempat yang bisa dijadiin untuk foto-foto lucu. Hehehe, berikut foto-fotonya.
Nah, terakhir sebelum balik ke kosan, gw sempetin untuk foto-
foto sedikit Borobudur dan secara keseluruhannya. Nih dia.
Selesai… capek jalan-jalan, kami balik ke kosan, dan kenangan ini mudah-mudahan akan mengabadi di memori gw. Dan mumpung belum begitu lama, gw coba abadikan lewat tulisan ini. Mudah-mudahan kalian mengalami hal yang "hampir" sama gw alamin waktu gw berkunjung ke candi-candi itu. Okeh? Maaf ya klo foto-fotonya agak narsis, harap abis ngeliat postingan ini muntahannya dibersihin ya di kibornya, apalagi itu kibor warnet. Huakakaka
(Maaf yah klo ga rapih gambarnya)
Regards